Selasa, 28 Juli 2009

dua menit di hidupnya

Jantungku seketika berdegub amat kencang tak karuan. Dan mata ku pun tak dapat dipejamkan. Karena dia dihadapan ku sekarang. ia mencuri seluruh atensi ku yang perlahan menjelma menjadi obsesi yang berdosis tinggi. Seluruh organ dalam tubuhku seolah berkonspirasi, untuk menggoda masing-masing bergerak lebih aktif dari batas normal. ia adalah dewi yang selalu menggoda surgaloka dalam hati ku. dia yang menjadi embun ditengah sabana hijau mimpiku. Aku memang gombal jika harus berkutat dengannya. Aku harap ia tak berkeberatan dengan itu. Sintesa cinta ku pun seolah tergambar sempurna di dirinya yang harum meranum. Aku tak banyak berharap padanya. Aku hanya ingin menjadi pangkal lidah yang membuatnya mampu mengeja dan mengucap namaku meski tak sempurna. Atau aku hanya ingin menjadi saraf penyambung, yang mampu membuatnya menarik bibir dan membuang senyum pada ku. Aku tidak pantas untuk muluk, dihadapannya aku hanya sebuah pisin dalam rangkaian kopi hangat. Tapi dengan begitu aku bisa menjadi alas darurat omelete paginya, yang mampu memberikan ia protein tinggi dalam menghadapi harinya yang padat. Aku kembali mencoba berkonsentrasi pada kondisi ku saat ini. Posisinya sangat dekat dengan ku, bahkan mungkin ini yang terdekat. aku dapat melihat segala nya tentang dia dengan jelas dari posisiku. Dia terlihat manis, berkemeja putih dan memakai rok hitam selutut. Mungkin jika yang mengenakan pakaian itu teman ku amanda, akan terlihat seperti pelayan katering. Tapi ini bukan amanda, ini dirinya yang tak sanggup ku sebutkan namanya. Ia terlihat manis dengan rambut terurai panjang terawat. Aku dapat mencium aroma rambutnya yang harum serta puas melihat bibirnya yang tipis manis. Aku menerka-nerka proses kata yang terproduksi, hingga menjadi output dari bibirnya yang lincah bergerak dari jarak ku yang 8-10 meter darinya. Bagi ku ini sudah sangat dekat dan paling ideal untuk menikmati keindahannya. Aku yakin dia sedang bahagia. Wajahnya sangat cerah, dan tawanya sangat lepas. Aku seketika bahagia. Sesekali ia memalingkan perhatiannya ke sekitar. Aku berharap matanya sempat menangkap ku meski sekelebat. Tangannya coba meraih botol minum yang ada di seberangnya. Semoga air yang masuk kedalam tubuhnya dapat menghapus dahaga dari segala macam bentuk toxin yang ada di dalam tubuhnya. Aku melihat ia menggenggam handphone dan tak lama berusaha untuk menjawab panggilan yang masuk. Ia mendadak sibuk merapihkan tas dan segala bentuk perkara yang dibawanya. Tak lama ia menghampiri beberapa teman dan seolah memberikan sinyal perpisahan. Lambayan tangan pun berulang kali terlihat serta kecupan manis khas wanita pun terlaksana dipipi masing-masing. Dirinya pun terlihat ramah, dirinya terlihat indah, dan dirinya terlihat sempurna disisi teman-temannya. Entah mengapa aku mulai tak dapat merasakan hangatnya darah ku, serta aku kebal terhadap raihan tanganku. Rangkaian orkes perkusi semakin berdekup keras tak terbatas. Ternyata ia perlahan berjalan ke arah ku. Wajah nya yang putih pucat semakin dekat. ”hey belom balik?”. itu adalah kata-kata terindah yang pernah aku dengar. Kalimat itu datang amat ramah, kalimat itu dicerna amat nikmat di kepala. Dan kalimat itu datang darinya, suara itu datang tinggi namun tipis. Aku tahu aku diam dan aku tahu tugas ku saat ini adalah menjawab pertanyaan perhatian atau sekedar basa-basi darinya tersebut. Namun aku tak peduli. ”iya belom balik” suara ku terdengar sangat parau, bahkan tidak jelas. Aku tidak siapa akan ini. Aku pun bertanya dalam hati alangkah teganya ia bertanya hal seperti itu kepada ku tanapa memberi waktu untuk ku mencari jawaban yang pas, dan melatih diri ini untuk siap akan terjadi nya moment tersebut. Dia pun bertanya kembali ”kenapa???” nadanya meninggi. Aku pun menjawab segera dengan kondisi yang sedikit lebih siap ”iya belum balik sebentar lagi kali”. ”oh gitu!! Ngelamun aja. Duluan yah” ini kali kedua dalam kelompok waktu yang sama aku merasa sangat bahagia. Aku merasa dirinya sangat memperhatikan aku. Oohhh dear god. Thanks for this moment. Namun seandainya ia tahu lamunan ku tadi pun tertuju untuknya. Aku merela kan waktu ku habis terbuang jika itu tentang dia. Aku sangat ingin merangkaikan kalimat jawabanku tadi dengan kata sayang. Aku ingin mengatar pamitnya dengan rangakaian perhatian. Aku ingin mengawalnya sampai tujuan dengan kecup dikeningnya agar ia selalu mengingatnya dan berhati-hati dalam perjalanan. Meskipun itu semua jelas tidak mungkin. Apa yang telah ia beri tadi merupakan hal terbesar dalam hidup ku dihidupnya. Setidaknya aku pernah ada dalam cerita atau takdir hidupnya. Mungkin aku tak bisa melakukan banyak hal untuknya, meski sesungguhnya aku mau. Jika ada kesempatan aku ingin berkata padanya. Aku ingin mengucapkan terima kasih atas seluruh senyum yang telah ia berikan ke pada ku. Karena dengan begitu aku tahu aku melintasi isi kepalanya. Aku juga ingin mengucap kan terima kasih atas 2 menit waktu dalam hidupnya yang telah menjadi milik ku. Aku senang pernah menjadi 2 menit dalam hidup nya dari hari nya yang 24 jam. Aku bangga pernah mengisi dan memiliki waktu dalam rangkaian waktu nya dalam hidup. Ini untuknya yang selalu menjadi rindu, rasa, asa dan tujuan fikiran ku.

2 komentar: