Jumat, 03 Juli 2009

saya yang salah

Aku sangat berharap aku segera kantuk. Entah apa yang menjadi alasan ku kali ini, justru mencoba mengundangnya untuk datang. Ini sudah larut, namun kedua mata ku masih sangat kuat menahan ku untuk menutupnya. Ku coba merayu teh hangat agar mau menemani, setidaknya selama 15 menit kedepan. Sebelum ia pergi berganti menjadi jenis larutan yang lain. Alasan ku tetap terjaga adalah sebuah kondisi yang disebut rindu. Yah aku memang sedang terganggu sekali dengan sebuah rasa yang bernama rindu. Aku sedang menjadi korban dari sebuah beban yang ku anggap itu nikmat. Yaitu dirinya. Aku sedang rindu dia. Dia yang belakangan menjadi tujuan pikiran ku. Dan Dia ilmira. Gadis china padang yang sudah 3 bulan ini aku kenal. Dibalik segala macam ledekan ku tentang darah keturunan yang mengalir dalam dirinya, aku menaruh atensi yang sangat besar kepadanya. Sebenarnya aku sudah mengenalnya cukup lama, hampir 8 bulan. Namun memang baru kurang lebih 3 bulan ini aku sering membuka ruang komunikasi dengannya. Tiga minggu lalu menjadi palung waktu yang kuanggap sebagai sebuah puncak baru. Aku mampu merasakan dirinya hadir disebelah ku dengan kondisi yang berbeda. Baik situasi maupun hati. Entah apa yang membuat diriku dan dia menjadi sebuah restoformis yang saling mengikat. Aku merasa tangannya merangkul ku. Baik tubuh maupun fikiran. Saat aku berbicara A dia mampu menjawabnya dengan A+. Dia seketika istimewa. Dia membawa ku untuk bisa mendengar langkah-langkah kecil dari setiap titik sentimentil ku dan dia. Menerka-nerka arah dari jalan ku menuju mentari yang perlahan hilang tenggelam hari. Aku teringat saat 2 hari lalu, ia seketika mengetuk malam ku dengan telfonnya yang amat ramah menyapa ku. Tidak ada yang istimewa. Hanya dia yang istimewa. Aku pun seketika ingin mengenalkannya pada dunia yang kusebut biru. Aku ingin menggandengnya untuk melihat dunia dari sisi yang lebih tinggi. Karena aku melihatnya ada pada tangga dibawah ku. Ruang kepalanya masih sempit. Langkahnya pun masih gontai. Dia masih sangat-sangat merah jambu. Dia masih sangat berwarna di layer ku yang greyscale. Dia menjadi bahan tulisan takdir dari hidup ku beberapa hari belakangan. Dia mengisi segala bentuk forum pikiran ku saat aku sedang menelan mimpi pada nyata. Bahkan Roqib dan atit pun masih sangat hafal spelling namanya. Karena memang dia objek dosa dan pahala ku belakangan. Saat ini pukul 22.13 wib. Namun tak satu sinyal pemanggil pun yang seolah memaksa telefon genggam ku untuk bertugas sebagai mana mustinya. Hp yang biasa ku panggil si hitam itu masih terdiam bisu dan mungkin merasa terganggu oleh ku yang berkali-kali melihatnya. Untuk memastikan adakah panggilan tak terjawab atau sekedar pesan singkat dari nya. Aku sangat berharap rangakaian tulisan yang membentuk Ilmira .Z muncul pada layar hp 300 ribuan ini. Seduhan teh hangat pun telah berganti menjadi larutan lain. Yaitu air teh. Karena memang suhu yang terkandung tak lebih dari 20 derajat celcius. Aku coba memalingkan fikiran ku tentang wanita bermata sayu itu dari ku. Aku coba menghisap permen mint ekstra kuat yang ku padan kan dengan air dingin semi beku ke dalam mulut ku. Aku berharap effek dingin nya yang tidak normal dapat membeku kan jangtungku. Dan membuatnya berdegub lebih santai lagi. Namun memang hal itu tidak banyak membantu. Berulang kali hp ku menjadi tumpuan penyampai harapan ku padanya. Namun tak sedikit pun ada tanda ia akan bergetar terpanggil. Rasa gengsi ku masih mengungguli rasa penasaran dan kekhawatiran ku terhadapnya. Aku ingin makan telur ayam kampung mentah. Agar aku pun muntah-muntah dan fikiran ku teralihkan darinya dan sibuk dengan muntah ku. Aku tahu itu konyol namun segala macam ide eksperiment untuk memindahkan pikiran ini dari nya pun muncul spontan. Karena aku tak kuat menahannya dan tak berani untuk menghubunginya. Entah ini jawaban apa dari tuhan. Hand phone ku bergetar. Bergegas aku menggampainya. Dan tertulis Stira aditama. Itu nama teman ku. Aku tak sempat kecewa karena aku harus segera mengangkatnya. ”woi, dimana lo nyet?” seru teman ku semangat. Aku pun menjawab telfon nya dengan nada datar nyaris tak bersemangat. Rupanya dia mengajakku untuk minum kopi seperti ritual kami kala malam. Aku berfikir spontan mungkin itu dapat memalingkan fikiran ku dari ilmira. Namun aku merasa barusaja ada petir yang menghantamku. Aku merasa ada guntur yang menyapa ku. dan aku merasa jantungku pun mati tak berdegub. Stira berkata ilmira ada di meja sebelah nya dan sedang bersama seorang pria berperawakan bersih namun casual dengan jeans. Aku tahu ini mulai tak jelas. Aku mulai tenggelam dalam perasaan yang tak ada dasar. Aku kalut dalam perasaan yang disebut cemburu. Namun aku tak pantas untuk itu. Aku bertanya apa aku salah menerka?namun aku merasa tak pernah ada kata salah kalau hanya menerka. Aku yang ternyata bukan apa-apa baginya. Aku yang hanya menjadi bagian dari kumpulan koleksi teman di phone book nya. Dan aku yang tak pernah punya hak menaruh hati padanya. Yang jelas sekarang adalah aku sudah membuang-buang waktu untuk memikirkannya dan dia sama sekali tidak memberi waktunya untuk menyelipkan aku dalam rangkaian hidupnya. Dan aku pun menolak ajakan stira yang seketika tak menarik. Aku lebih memilih hilang dalam malam ku dengan cara ku. kata sambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar