Jumat, 06 November 2009

perbincangan kedai kopi


“Kopi mu terlihat mewah? Warna nya cantik, seolah disepuh mocca. Buihnya pun tinggi bak sasakan wanita jetzet perlente!!!!” Tanya ku pada seorang teman. “iya, katanya ini kopi nomer satu di sini. Kopi dasarnya saja ramuan dari 7 jenis bijih kopi unggulan. Cream kentalnya dihangatkan khusus dengan suhu 34 derajat celcius agar tetap segar, hangat dan tidak pecah. Sepertinya aroma rempah pun ikut membuat kopi ini bertambah kaya, kopi ini disuguhkan istimewa menurutku”. Jawabnya deskriptif. ”Kopi mu terlihat sederhana. Hanya hitam, layaknya kopi yang tak ingin menentang kodrat”. Kata-kata itu keluar pesimis darinya. Aku pun jawab ”Iya kopi ku terkesan kesepian, hanya air, serta ampas yang mebuat dirinya merasa bernyawa. Tapi aku lebih suka ini. Seperti kata mu tadi, kopi ku ini sederhana. Aku lebih suka yang sederhana”. ”Mengapa?” Tanya nya penasaran. ”Tidak ada alasan rumit atau filosofi khusus kok!” Jawab ku. ”Hanya saja aku lebih bisa menikmati dan mengenal kopi ini seutuhnya tanpa banyak perantara, jadi langsung ke sasaran. Kopi yang ku minum jauh lebih jujur, ia menunujukan bagaimana dirinya yang sesungguhnya dan semestinya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar