Minggu, 29 Januari 2012

Pesan Dari Timur

Biarlah ku seka aspal mu yang liat ini Jakarta, aku ada tugas penting. Aku seolah dapat wahyu dari Tuhan untuk hal ini. Gerungan mesin mu menceramahi ku untuk terus melaju, ah aku suka! Terima kasih suguhan asap kelam mu. Di Radio Dalam 01, aku berhenti sejenak. Meneguk es jeruk, di pestanya matahari kemarau. Kau ibu yang sabar Jakarta, kau hebat. Kau biarkan rahimmu, diperkosa berbagai kepentingan. Untuk itu aku butuh bantuanmu. Tolong bantu aku bagaimana caranya bisa sampai disana tepat waktu. Sebelum waktu magrib tiba, dan bulan muncul. Aku tidak begitu suka bulan, dia sombong. Ah pokoknya aku tidak suka. Aku yakin kau tahu apa tujuanku. Ku bawa pesan dari timur untuknya. Aku ingin bertutur cerita di lembar hidupnya kemudian. Dia memang terlihat takut, gemetar, dan keringatnya mengucur deras dari peluh.” Tak usah lah kau takut, aku tidak sedang membicarakan Idi Amin. Kau ambil saja handukmu, kau basuh getirmu!”. Dari timur ku bawa matahari menuju tempatmu, sehingga kau bisa terus berfotosintesis dengan rencanamu, tak perlu khawatirkan aku. Aku dengar kau berkali-kali menyebut nama Tuhan? Sebutlah sebanyak kau mampu. Lara mu akan tau, untuk apa kau menderu. Aku rindu, aku pun merasa mesra dengan mu, dan keduanya tumbuh tanpa bapak juga ibu. Kisahku tumbuh mandiri, diantara neuron metropolitan yang mengintimidasi. Aku ingat sore itu, saat matahari berubah warna. Senyummu mengelus sore itu, memperkosanya dan aku tak berdaya. Ini toh hanya kilas angin tak mengarah. Mimpi tidak pernah butuh realistis sebagai bahan dasarnya. Untuk itu diciptakannya mimpi, ditenunnya mimpi, sampai sepenggal kisah disana ku bertemu dengan mu, biarkan terus bermimpi, biar ku tinggal didalamnya, jika memang dirimu tak mau pergi pada hidup lain di luar mimpi. Entah bagaimana caranya aku selalu yakin, Tuhan punya banyak jalan. Dan dia tidak pernah lupa membuat jalan menuju sore. Sore yang akan kuhabiskan disamping mu. Diteras rumah, sebelah pot ibumu. Duduk dengan hati tenang, lara lapang, dan hatimu yang telanjang. Aku ingin tawa mu meledak, hingga alam tak kuasa menampung dan berceceran berserakan. Lantas lara dan getir mu menjadi mubazir. Dan Saat itu aku sampaikan pesan yang ku bawa dari timur untuk mu, “terima kasih atas duniamu”.ku tunggu jawabanmu..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar