Senin, 26 Juli 2010

miris agamis

Seseorang berusaha mengagungkan nama tuhannya, berseru menyerahkan seluruh dirinya pada keanggungan sang kuasa. Merintih bercucur air mata seolah bercerita dirinya telah sepenuhnya mesra dengan jalan-Nya. Namun ini untuk yang kesekian kali. Kemana ia kemarin? Dimana ia kemarin? Sedang apa ia kemarin? Bercengkrama dengan fana dan melupakan sang pencipta. Manusia yang selalu percaya tuhan, namun lupa tuhan itu siapa. Miris.

Sabtu, 24 Juli 2010

merendam diskusi dalam sunyi

Kamu duduk tepat disampingku, dan tak lama aku lajukan kendaraan tak seberapa ini. Selang sekian menit, sapa mu keluar singkat mengupas telinga yang bising oleh mesin kota. “kenapa matahari amat senang menyetubuhi hari” ujarnya. “Hari ini mungkin biasa. Sedikit panas, agak lembab namun penuh arti bila dilihat dengan hati” timpalku. Deru kota kental terlintas. raungan khas mu terdengar pelan membubui. Lingkar kota tak terasa jauh, meski aku tahu kamu lalui penuh keluh.

Kamu tidak banyak bicara, praktis hanya sapaan mu diawal dan beberapa kali suara desah mu menghela nafas. Aku tahu kita diam. Namun sesungguhnya kita bicara. Kamu berkali-kali tersenyum, dan aku berkali-kali terlihat gusar. Itu bentuk interaksi kita yang lebih senang merendam diskusi dalam sunyi. Tak lama kamu bertanya kecil. Aku sudah tahu jelas ini basa basi. ketidak nyamanan terkadang justru membuat mu lucu. Ketakutan mu justru jadi bahan rayuan mu untuk melucuti hati dan mengangkat tangan ku menyerah kalah. medio yang memang mengukirkan sinergi penuh mimpi. Jika kita diikat waktu, bukan berarti kita terikat satu. Dan saat itu kita harus pindah. Termasuk waktu yang hijrah mengiring kita pada dimensi baru yang berbeda.


Aku ingin kamu yang mengajak ku dan aku yang membawa mu bersama memejar lentera, mengupas luka, dan berbagi kue coklat bersama. Ketakutan kita pada celah, kekawatiran kita pada rasa, semua terdiagnosa sejak awal kita bertemu kata. Kebuntuan yang justru membuat kita mengenal arah. Aku sangat senang mendengar mu bercerita. Meski hanya datang disaat hati temukan resah. Kamu amat lincah mengeja penggalan kalimat kata demi kata, disela butir air mata menjuntai cerita. Bagimu hidup itu pucat, bagimu asa itu tidak ada. semua singkat. Sesingkat durasi kita bersama.sebelum kita dijemput malaikat.